Kamis, 05 Juni 2014

pertumbuhan ekonomi neo-klasik( roberto solow-swan)

Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan (Neo – Klasik
A.  Mengenal Teori Solow – Swan
Robert Solow dari MIT dan Trevor Swan dari Australian National University secara sendiri-sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama  model pertumbuhan Neo-Klasik. Seperti halnya dengan model Harrod-Domar, model Solow-Swan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Walaupun dalam kerangka umum dari model Solow-Swan mirip dengan model model Harrod-Domar, tetapi model Solow-Swan  lebih “luwes” karena :
(a)    Menghindari masalahy “ketidakstabilan” yang mkemrupakan cirri warranted rate of growth dalam model Harrod-Domar
(b)   Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan.
Keluesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar. Dalam model Harrod-Domar, output dan capital  dan output dan tenaga kerja masing-masing dihubungkan oleh satu “fungsi produksi” dengan koefisien yang tidak bisa berubah, yaitu Qp = hK dan Qn, = nN. Dalam model Neo-Klasik dari Solow dan Swan dipergunakan suatu fungsi produksi yang lebih umum, yang bias menampung berbagai kemungkinan substitusi antara capital (K) dan tenaga kerja (L). Bentuk fungsi produksi adalah:
Q = F ( K, L )
Yang memungkinkan berbagai kombinasi penggunaan K dan L untuk mendapatkan suatu tingkat output. Fungsi produksi semacam ini (yang sering dijumpai dalam teori ekonomi mikro) disebut fungsi produksi Neo-Klasik. Dalam menggunakan fungsi semacam inilah Solow dan Swan bisa menghindari masalah “ketidakstabilan” dan mengambil kesimpulan-kesimpulan baru mengenai distribusi pendapatan dalam proses pertumbuhan (seperti halnya kaum Klasik).
Dengan digunakannya fungsi produksi Neo-klasik tersebut, ada satu konsekuensi lain yang penting. Konsekuensi ini adalah bahwa seluruh factor yang tersedia, baik berupa K maupun berupa L akan selalu terpakai atau tergunakan secara penuh dalam proses produksi. Ini disebabkan karena dengan fungsi produksi Neo-Klasik tersebut, berapapun K dan L yang tersedia akan bisa dikombinasikan untuk proses produksi, sehingga tidak ada lagi kemungkinan “kelebihan” dan “kekurangan” factor produksi seperti dalam model misalnya, Harrod-Domar atau Lewis. Posisi “full employment” ini membedakan model Neo-Klasik. Dengan adanya model  Keynesian (Harrod-Domar) maupun model Klasik. Jadi jelas bahwa penggunaan fungsi produksi Neo-Kalsik sehingga selalu jelas terdapat ‘full employment’ merupakan cirri utama yang membedakan model ini dengan model-model pertumbuhan lain.

B.  Proses Pertumbuhan Ekonomi
Ada empat hal yang melandasi model Neo-Klasik:
(a)    Tenaga kerja (atau produk), L, tumbuh dengan laju tertentu, misalnya p per tahun
(b)   Adanya fungsi produksi Q = F ( K, L ) yang berlaku bagi setiap produksi.
(c)    Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q0. Tabungan masyarakat S = sQ;  bila Q naik S juga naik , dan turun bila Q turun.
(d)   Semua tabungan masyarakat diinvestasikan S = I = ∆K. Dalam model Neo-Klasik tidak lagi dipermasalahkan mengenai keseimbangan S dan I. Dengan kata lain perkataan permasalahan yang menyangkut “warranted rate of growth” tidak lagi relevan. Proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth, karena S dinggap selalu sama dengan I.

Ada dua masalah pokok yang saling berkaitan yamg perlu dipelajari mengenai proses pertumbuhan Neo-Klasik ini.  Masalah yang pertama menyangkut pertanyaan : apakah proses tersebut akan membawa perekonomian pada suatu pola pertumbuhan tertentu dan bisa diramalkan, apakah proses tersebut berkelan jutan dan sama sekali tidak bisa diduga kemana akan membawa perekonomian kita ? Dengan kata lain perkataan, apakah proses pertumbuhan tersebut akan membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium) atau tidak ?
Masalah yang kedua menyangkut pertanyaan : Apabila memang ternyata proses semacam itu akhirnya membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjangnya, apakah cirri-ciri utama posisi ini ) ? Khususnya kita bisa menanyakan mengenai apa yang terjadi dengan output, capital, tenaga kerja, tingkat upah, tingkat keuntungan, dsb pada posisi long run equilibrium ini ?
Jawaban bagi kedua masalah tersebut bisa menjadi landasan bagi ekonom dalam meramalkan apa yang akan terjadi dalam jangka panjang terhadap suatu perekonomian, apabila asumsi-asumsi dasar Neo-Klasik tersebut terpenuhi.

C.  Keseimbangan Jangka Panjang
Perekonomian Neo-Klasik akan menuju ke suatu posisi keseimbangan jangka panjang. Kita memerlukan sedikit manipulasi aljabar untuk menjawab pertanyaan ini.
Anggap bahwa fungsi produksi Q = F ( K, L ) mempunyai ciri constsnt return to scale artinya apabila K dan L masing-masing dinaikan dengan x%, mak Q juga akan naik dengan x%. Apabila constant return to scale berlaku, maka kita bisa menyatakan fungsi produksi tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana. Selanjutnya F ( k, l ) bisa kita nyatakan sebagai suatu fungsi lain F ( k ) yang hanya mempunyai satu variable ( K saja ) karena angka 1 adalah suatu constant (bukan variable), sehingga fungsi produksi kita menjadi

q = f ( k )……………………………………………………………(1)

Persamaan ini mengatakan bahwa output per tenaga kerja adalah fungsi dari kapita per tenaga kerja, atau output per kapita adalah fungsi capital per kapita.
Selanjutnya, penduduk (atau tenaga kerja) dianggap tumbuh dengan p setahun dan masyarakat mempunyai kecenderungan menabung yang ditunjukkan oleh prospensity to save s. Semua yang ditabung diinvestasikan dan menambah stock capital dengan ∆ K = sQ. setelah mengalami manipulasi aljabar persamaan menjadi:

K= K . L ………………………………………………………….(2)

Persamaan (2) mengatakan bahwa laju pertumbuhan capital per kapita sama dengan laju partum buhan stok capital (total) minus laju pertumbuhan penduduk atau tanaga kerja.
Lalu mana yang disebut keseimbangan jangka panjang ? Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila capital per kapita , k, mencapai suatu tingkat yang stabil, artimya tidak lagi berubah nilainya. Apabila K constant, maka long run equilibrium akan tercapai. Posisi  long run equilibrium ini juga disebut posisi Steady state. Syarat ini mempunyai konsekuensi bahwa k = 0.

D.  Ciri – Ciri Keseimbangan
Apakah karakteristik dari posisi keseimbangan tersebut ?
Ciri yang pertama langsung dapat disimpulkan dari urain di atas , yaitu bahwa pada posisi tersebut capital yang dipergunakan dalam proses produksi per pekerja adalah constant (k*) dan output per pekerja atau output perkapita adalah juga constant (q*). Dengan demikian pula capital – output ratio adalah juga constant (v*). Karena v*=k* / q*
Ciri yang kedua adalah mengenai laju pertumbuhan output, capital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari cirri bahwa output perkapita adalah constant dan penduduk tumbuh dengann p.. jadi singkatnya pada posisi ini Q, K, L tumbuh dengan laju yang sama. Dalam model Neo-Klasik, pertumbuhan Q dan K menyesuaikan diri dengan pertumbuhan penduduk. Dan pertumbuhan penduduklah yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi; semakin cepat pertumbuhan penduduk tumbuh, semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi. Ini adalah suatu kesimpulan yang bertolak belakang dengan kesimpulan model Klasik maupum model Keynesian (Harrod-Domar).
Ciri yang ketiga adalah mengenai Stabilitas dari posisi keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat “stabil”, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tersebut tidak pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali  perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjangnya.
Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi danm tingkat tabungan 9investasi)
Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh masing-masing factor produksi ( K dan L ), lalu aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada macam factor produksi, maka GDP ( = Q ) akakn terbagi habis antara para pemilik capital dan para pemilik factor produksi tenaga kerja (buruh),
Q = rK + wL
Dimana r adalah tingkat keuntungan yang diterima per unit kapital, dan w adalah tingkat yang diteriama oleh setiap orang buruh. Kita bisa simpulkan bahwa pada posisi keseimbangan jangka panjang baik r maupun w harus konstan yaitu setiap unit kapital menerima imbalan berupa keuntungan tertentu (r*) dan setiap pekerja menerima upah tertentu (w*), dan kedua imbalan ini tidak berubah dalam proses pertumbuhan selanjutnya.
Bagaimanakah dengan “bagian” (share) antara para pemilik kapital dengan para “pemilik tenaga kerja” (buruh) di dalam GDP Negara tersebut ?. Apabila pada posisi keseimbangan Q, L, K tumbuh dengan laju yang sama, dan r dan w adalah konstan, maka jelas bahwa para pemilik kapital dan kelompok buruh masing-masimg akan menerima “bagian” dari GDP dalam presentase yang tetap, yaitu rK/Q akan tetap dan wL/Q juga akan tetap dalam proses pertumbuhan perekonomian selanjutnya.
Menurut teori ekonomi mikro, imbalan yang diterima oleh suatu factor produksi (pada posisi equilibrium) akan sama dengan marginal productnya. Jadi imbalan bagi factor produksi kapital (pada posisi equilibrium) akan sama dengan MPK.
Ciri yang keenam, berkaitan dengan pertumbuhan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemajuian teknologi yang diukur dalam satuan efisiensinya. Misal, apabila jumlah tenaga kerja sebelum adanya kemajuan teknologi adalah 100, dan kemudian ada kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas pertenaga kerja dengan 50%nya, maka jumlah tenaga kerja  efektif setelah kemajuan teknologi adalah 150 (meskipun jumlah manusianya tetap 100, tetapi kemampuan produksinya meningkat menjadi 150).
Jadi N (Laju pertumbuhan tenaga kerja efektif) tumbuh karena dua sebab, yaitu:
(a)    Pertumbuhan jumlah manusia atau pertumbuhan penduduk (misalnya, p per tahun) dan
(b)   Pertumbuhan produktivitas per manusia atau kemajuan teknologi (misalnya, t per tahun)

Jadi adanya kemajuan teknologi tidak banyak merubah syarat keseimbangan jangka panjang kecuali adanya koefisien t (laju kemajuan teknologi atau laju kenaikkan produktivitas per tenaga kerja)
Ciri-ciri dari keseimbangan dengan kemajuan teknologi ini sedikit berbeda dengan kasus tanpa kemajuan teknologi. Perbedaannya yang kita buat antara jumlah penduduk (L) dan jumlah tenaga kerja efektif (N). Pada posisi keseimbangan, kapital per tenaga kerja efektif adalah konstan (k**) dan output per tenaga kerja efektif adalah juga konstan (q**). Tetapi perhatikan bahwa kapital per kapita (per manusia) meningkat dengan laju t per tahun. Ini disebabkan  karena laju pertumbuhan N adalah p + t. Tetapi L tumbuh hanya dengan laju p, sehingga K/L tumbuh dengan laju t, logika yang sama berlaku bagi Q/L. Secara ringkas dalam posisi keseimbangan dengan kemajuan teknologi:

Q = K = N = p + t
L = p
Q/L tumbuh dengan laju t
K/L tumbuh dengan laju t

Makna ekonomis dari kesimpulan-kesimpulan   ini adalah bahwa posisi keseimbangan jangka panjang, output (GDP), dan demikian pula stok kapital (K), bisa tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan penduduk, tergantung pada ada tidaknya kemajuan teknologi (t positif atau tidak). Teknologi merupakan kunci dari perbaikan GDP per kapita !
Dari segi tingkat keuntungan dan tingkat upah terdapat pula perbedaan dengan kasus tanpa kemajuan teknologi. Kita ingat bahwa GDP akan terbagi habis antara kapital dan tenaga kerja sehingga dipenuhi persamaan

Q = rK + wN

Apabila Q, K, N tumbuh dengan laju yang sama , yaitu p + t, maka r dan w harus konstan. Tingkat keuntungan perunit kapital (r) adalah konstan dan tingkat upah perunit tenaga kerja efektif (w) adalah juga konstan. Tetapi tingkat upah per manusia (atau per  pekerja) meningkat dengan makin meningkatnya “nilai”setiap manusia yang dinyatakakn dalam unit tenaga kerja efektifnya. Sebagai contoh, apabila w = Rp. 100,- dan sebelumnya ada kemajuan teknologi  satu orang pekerja adalah sama dengan satu unittenaga kerja efektif. Kemudian terjadi kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas buruh menjadi dua kali lipatnya. Dalam hal ini kemajuan teknologi telah membuat satu orang pekerja bernilai dua unit tenaga kerja efektif. Karena setiap unit tenaga kerja efektif digaji Rp. 100,- maka sekarang seorang pekerja menerima 2 x Rp. 100,- = Rp. 200,-. Perhatikan di sini adanya kemungkinan perbaikan hidup para pekerja dengan adanya kemajuan teknologi. Perhatikan pula bahwa (setidak-tidaknya dalam model Neo-Klasik) satu-satunya sumber perbaikan bagi para pekerja dalam jangka panjang adalah kemajuan terknologi, bukan akumulasi kapital.
“Share” dari masing-masing factor produksi dalam GDP adalah konstan. Ini jelas apabila kita ingat persamaan

Q = rK + wN

Bahwa Q, K, N tumbuh dengan laju yang sama dan r, w adalah konstan. Sehingga share dari factor produksi kapital dalam GDP (yaitu rK/Q) adalah konstan, dan demikian pula share dari faktor produksi tenaga kerja dalam GDP (yaitu wN/Q) adalah juga konstan.
III. KESIMPULAN
Solow-Swan Economic : Model Suatu teori yang disusun dengan focus pada peranan perubahan teknologi dalam proses PERTUMBUHAN EKONOMI (ECONOMIC GROWTH).
Dalam Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, rasio output modal diasumsikan konstan, sehingga terdapat suatu hubungan garis lurus antara peningkatan jumlah modal (melelui investasi) dan peningkatan yang dihasilkan output. Contoh, jika dibutuhkan modal modal sebesar Rp. 3000,- untuk memproduksi 1000  output, maka rasio output modalnya adalah satu per tiga, dalam hal ini diasumsikan berlaku pada penambahan jumlah modal selanjutnya. sebaliknya, model Solow-Swan menggunakan sebuah fungsi produksi dimana output merupakan suatu fungsi dari modal dan tenaga kerja, dimana modal dapat digantikan dengan tenaga kerja tetapi dengan tingkat kesempurnaan yang bervarias, dan yang menunjukkan pengembalian yang menurun. Jadi apabila modal ditingkatkan secara relative dibandingkan dengan tenaga kerja, maka peningkatan yang terjadi dala output secara progresifmenjadi lebih kecil. Dengan asumsi bahwa suatu rasio output modalmenjadi variable pada saat jumlah modal suatu negara meningkat, maka pengembalian yang menurun terjadi dan menghasilkan tambahan output yang lebih kecil secara progresif. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang terus menerus membutuhkan tidak saja investasi perluasan modal akan tetapi juga investasi pendalaman modal. Kemajuan teknologi (teknik, proses dan metode baru produksi yang baru dan produ-produk baru) memainkan suatu peranan penting dalam menyeimbangkan pengembalian yang menurun pada saat jumlah modal meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar